Rangsang Ekonomi, Jokowi Akan Terbitkan 8 Aturan Perpajakan
Jakarta, CNN Indonesia — Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengeluarkan banyak aturan pelonggaran pajak dalam waktu dekat ini. Pelonggaran tersebut dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi Indonesia yang tengah mengalami tekanan global.
Rencananya aturan tersebut akan berbentuk undang-undang. Namanya, Undang-undang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Ekonomi.
Penerbitan tersebut diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai rapat terbatas soal reformasi perpajakan dengan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/9). Ia mengatakan pemerintah sengaja mengeluarkan aturan perpajakan baru sebagai respons atas kondisi ekonomi global yang belakangan ini tertekan.
“Presiden sampaikan bahwa kami harus bisa me-respons kebutuhan ekonomi yang dinamis, cepat, dan dari perubahan kebijakan fiskal di berbagai negara,” katanya.
Ia menjelaskan pemerintah Indonesia harus bisa mengeluarkan kebijakan fiskal yang tepat dalam rangka menjaga ketahanan ekonomi Tanah Air. Namun, di sisi lain, kebijakan harus bisa memacu pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
Tak ketinggalan, kebijakan fiskal yang diambil juga harus mampu meningkatkan pertumbuhan investasi, pendapatan masyarakat, mendorong kepatuhan, menciptakan keadilan iklim usaha, dan tentunya sesuai dengan aturan yang berlaku di dalam maupun luar negeri.
“Fokus kebijakan perpajakan juga semakin kompetitif, mengikuti best practice internasional, dan menaikkan investasi serta ekspor,” ujarnya.
Lebih lanjut, bendahara mengatakan berbagai dasar dari masing-masing aturan tengah dimatangkan oleh kementeriannya, khususnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam penyusunannya, kata Sri Mulyani, uu tersebut nantinya akan menyinggung beberapa poin aturan yang saat ini sudah tertuang di sejumlah aturan perpajakan, mulai dari Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan UU Ketentuan Umum dan Tata Cata Perpajakan (KUP).
Kebetulan, ketiganya sedang berada di DPR untuk mendapat restu penyesuaian poin aturan. “Presiden dan wakil presiden meminta segera mematangkan ruu ini, sehingga bisa dilakukan konsultasi publik, lalu disampaikan segera ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperkuat ekonomi Indonesia,” katanya.
Sementara segudang aturan relaksasi perpajakan yang bakal dikeluarkan. Pertama,penurunan tarif PPh Badan dari 25 persen menjadi 20 persen. Targetnya, penerapan bisa dilakukan pada 2021 mendatang.
“Untuk perusahaan go public (terdaftar di bursa efek), penurunan (tarif pajak) sebesar tiga persen, artinya bisa 17 persen, ini sama dengan PPh di Singapura, terutama bagi perusahaan go public yang baru mau masuk bursa,” terangnya.
Kedua, menghapus pungutan PPh atas dividen perusahaan di dalam maupun luar negeri apabila dividen ditanamkan dalam bentuk instrumen investasi di dalam negeri. Saat ini, pungutan PPh dividen hanya dilakukan bagi perusahaan yang memiliki saham di atas 25 persen.
Namun, bila di bawah, maka akan dikena PPh Badan normal 25 persen dan 10 persen bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP). Kemudian,
“PPh dividen dihapuskan apabila dividen ditanamkan di (instrumen) investasi di Indonesia, baik dividen dalam maupun luar negeri, maka akan dibebaskan selama diinvestasikan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,” jelasnya.
Ketiga, pemerintah akan memungut pajak bagi Warga Negara Asing (WNA) yang tinggal di Indonesia setidaknya dalam durasi 138 hari. Hal ini berdasarkan ketentuan pemungutan pajak world wide menjadi teritorial.
Keempat, pengurangan tarif denda atas sanksi keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan karena kasus kurang bayar dari semula 2 persen menjadi 1 persen. “Kami ingin bagaimana sanksi admin perpajakan didesain ulang agar kepatuhan pajak jadi jauh lebih mudah dan lebih logis dibanding kalau mereka tidak patuh,” tuturnya.
Kelima, pemberian relaksasi terhadap pengkreditan pajak bagi Perusahaan Kena Pajak (PKP), terutama yang selama ini barangnya dibukukan sebagai obyek pajak. Nantinya, berbagai pajak masukkan yang tidak bisa dikreditkan, nantinya bisa dikreditkan dan diklaim untuk mengurangi kewajiban pajak.
“Ini untuk pengusaha yang selama ini bukan PKP dan sekarang kena PKP,” ucapnya.
Keenam, pemberian insentif pajak dalam satu bagian, mulai dari tax holiday, super deductiable tax, fasilitas pengurangan PPh untuk Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), hingga PPh untuk Surat Berharga Negara (SBN) di pasar internasional.
Ketujuh, izin pungutan PPN bagi perusahaan digital internasional yang ada di Indonesia, seperti Google, Amazon, Netflix, Facebook, Twitter, dan lainnya. Nantinya, pemerintah memperbolehkan masing-masing perusahaan untuk memungut dan menyetorkan PPN sebesar 10 persen atas iklan yang ada dalam proses bisnis mereka.
“Hal ini supaya tidak ada penghindaran pajak, karena mereka tahu berapa jumlah volume kegiatan ekonominya,” ujarnya.
Kedelapan, pemerintah akan mengubah status Bentuk Usaha Tetap (BUT) bagi perusahaan digital internasional yang ada di Indonesia, sehingga mereka tidak harus memiliki fisik kantor di dalam negeri, namun tetap dikenakan pungutan pajak yang berlaku.
“Tentu saja tujuannya supaya ada level playing field terhadap kegiatan digital terutama perusahaan besar yang selama ini beroperasi across border. Tarifnya akan ditetapkan dalam PPh dan PPN dalam RUU ini,” pungkasnya.
Source : CNN.com https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190903194451-532-427257/rangsang-ekonomi-jokowi-akan-terbitkan-8-aturan-perpajakan?utm_source=facebook&utm_medium=oa&utm_content=cnnindonesia&utm_campaign=cmssocmed